Minggu, 25 Mei 2014

TRICHURIASIS

logo unej.jpg




                                MAKALAH
“TRICHURIASIS”


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Kelas D



Disusun Oleh:

Rani Romadaniyati                  122110101009
Riski Wahyu R.                       122110101021
Andi Hilman Imtiyaz                122110101042
Rochmanita Ulfah                    122110101063
Leilya Irwanti                          122110101093
Arizky Setiawan                      122110101120
Lutfi Fajar Nuraidah                122110101136
Akbarrio                                 122110101147
Ahmad Halif Mardian              122110101175
R.Moh.Naufal Roby F.            122110101188


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji  syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat sehat dan sempat, sehingga penulis dapatmenyelesaikan makalah yang berjudul Trichuriasis dengan lancar dan tepat waktu.
Makalah yang kami buat mampu memaparkan dan menguraikan secara jelas tentang Trichuriasis. Dalam pembuatan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin mengadopsi berbagai disiplin ilmu dari berbagai sumber untuk menjelaskan materi yang penulis angkat  dari judul tersebut.
            Keberhasilan penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dengan terselesaikannya makalah ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut:
1.      Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Irma Prasetyowati, S.KM., M.Kes. Atas segala arahan yang telah diberikan untuk kelancaran proses pembuatan sekaligus penyempurnaan makalah ini
2.      Orang tua dan keluarga kami yang banyak memberikan motivasi serta dukungan, baik secara moral maupun spiritual
3.      Serta semua pihak yang terlibat dalam proses penyempurnaan makalah ini
Penulis berupaya semaksimal mungkin dalam penulisan makalah ini dengan harapan akan mampu memenuhi tugas mata kuliah epidemiologi penyakit menular dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pengetahuan baru bagi pembaca. Namun, makalah ini penulis rasa masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik guna penyempurnaan makalah ini.

Jember, 08 April 2014

Penulis


 . 13

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Infeksi cacing Trichuris trichiura adalah  salah satu infeksi  Soil -Transmitted Helminth   (STH) yang banyak terjadi di Indonesia. Data survei menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75% (Keisser & Utzinger, 2008; Schmidt et al., 2005). Faktor lingkungan juga   mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, seperti iklim tropis di Indonesia, di mana tempat tinggal dengan sanitasi yang buruk serta higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi (Brooker et al.  2006; WHO, 2003).
Infeksi cacing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namun lebih sering ditemukan pada anak balita dan anak usia sekolah, terutama yang mem punyai kebiasaan bermain di tanah dan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu (Ibrahim, 2013; Ideham, 2007). Infeksi cacing ini menyebabkan timbulnya malnutrisi, anemia, gangguan proses belajar dan kehadiran di sekolah, karena parasit ini hidup di saluran pencernaan dan dapat menganggu kesehatan anak (Awashi et al., 2003; Hall & Nahar, 1994).
Albendazole merupakan salah satu ant helmintik yang direkomendasikan oleh WHO dalam penanganan infeksi cacing   STH, termasuk   infeksi cacing T. trichiura   (Keisser et al., 2008; WHO, 2007). Obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemis (Keisser et al., 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa itu Trichuriasis?
2.      Bagaimanakah konsep penyebab serta elemen Trichuriasis?
3.      Bagaimanakah pencegahan Trichuriasis?
4.      Apa saja program pemerintah yang telah dilaksanakan dalam rangka menyelesaikan masalah Thrichurasis di Indonesia?

1.3  Tujuan

1.      Mengetahui tentang penyakit Trichuriasis.
2.      Mengetahui konsep penyebab penyakit dan elemen penyakit Trichuriasis.
3.      Mengetahui level pencegahan penyakit Trichuriasis.
4.      Mengetahui program pemerintah yang telah dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah penyakit Trichuriasis.

1.4  Manfaat

Adapun manfaat yang bisa diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Bagi pemerintah membantu dalam pembuatan program dalam rangka menyelesaikan masalah penyakit menular terutama Trichuriasis di Indonesia.
2.      Bagi teknisi kesehatan mampu mengetahui dan melakukan upaya-upaya pencegahan serta pengobatan Trichuriasis.
3.      Bagi masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap Trichuriasis.
4.      Bagi mahasiswa mampu menumbuhkan kepekaan dan kepedulian terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat khususnya pada Trichuriasis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Trichuriasis

Trichuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh T. trichiura (cacing cambuk) yang hidup di usus besar manusia khususnya caecum yang penularannya melalui tanah. Cacing ini tersebar di seluruh dunia, prevalensinya paling tinggi berada di daerah panas dan lembab seperti di negara tropis dan juga di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk, cacing ini jarang dijumpai di daerah yang gersang, sangat panas atau sangat dingin. Cacing ini merupakan penyebab infeksi cacing kedua terbanyak pada manusia di daerah tropis (; Beaver dkk, 1984; Markell dkk, 1999).
Trichuris trichiura merupakan salah satu penyakit cacing yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi cacing ini. Cacing ini disebut juga cacing cambuk karena secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Manusia mendapat infeksi dengan menelan telur yang infektif (telur yang mengandung larva). Di duodenum larva akan keluar, menembus dan berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Siklus ini berlangsung sekitar 3 bulan.
        Di Indonesia, cacing ini dikenal sebagai cacing cambuk (Soedarto, 1995) dan memiliki taksonomi sebagai berikut (Belding,1965) :
Filum                      : Nematoda
Kelas                       : Aphasmidia
Order                      : Enoplida
Suborder                 : Dorylaimina
Superfamili             : Trichuroidea
Family                     : Trichuridae
Genus                     : Trichuris
Spesies                    : T. trichiura

2.2 Etiologi Trichuriasis

Trichuris trichiura juga termasuk dalam Nematoda usus. Penyakit yang disebabkan dari cacing ini disebut dengan trichuriasis. Trichuris trichiura adalah cacing kecil yang berbentuk seperti cambuk dengan bagian depan (kepala) yang mengecil dan bagian belakang yang membesar. Bagian yang kecil akan terbenam pada dinding usus untuk menghisap darah (Widoyono, 2008:130). Panjang cacing jantan ± 4 cm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor melingkar. Cacing betina panjangnya ± 5 cm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul. Setiap cacing betina mampu menghasilkan telur sebanyak 2.000-10.000 butir per hari.telur berukuran ± 50 × 22µ, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva (Prianto, Tjahaya, Darwanto, 2003:22).
Insiden ankilostomiasis di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang bertempat tinggal di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 2000).
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32ºC-38ºC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.

2.3 Daur Hidup

Daur hidup cacing ini langsung dan menjadi dewasa pada satu inang. Cacing dewasa masuk ke mukosa caecum dan colon proximal manusia dan dapat hidup di saluran pencernaan selama bertahun-tahun. Cacing betina diperkirakan memproduksi lebih dari 1000 telur perhari. Telur yang keluar melalui tinja menjadi infektif dalam waktu 10-14 hari (lebih kurang tiga minggu) di tanah yang hangat dan lembab. Manusia mendapat infeksi karena menelan telur infektif dari tanah yang mengkontaminasi tangan, makanan, dan sayuran segar. Selanjutnya larva cacing tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam waktu 1-3 bulan setelah infeksi. Telur ditemukan dalam tinja setelah 70-90 hari sejak terinfeksi (Beaver dkk, 1984; Strikland, G.T. dkk, 2000).
trichuris_lifecycle
Gambar  Siklus hidup Trichuris trichiura.

Infeksi ringan pada manusia biasanya tanpa gejala. Kelainan patologi disebabkan oleh cacing dewasa. Bila jumlah cacing cukup banyak dapat menyebabkan colitis dan apendisitis akibat blokade lumen appendics. Infeksi yang berat menyebabkan nyeri perut, tenesmus, diare berisi darah dan lendir (disentri), anemia, prolapsus rektum, dan hipoproteinemia. Pada anak, cacing ini dapat menyebabkan jari tabuh (clubbing fingers) akibat anemia dan gangguan pertumbuhan (Tanaka dkk, 1980; Beaver dkk, 1984; Strikland, G.T. dkk, 2000).

2.4    Tanda dan Gejala

Bagaimana mekanisme pasti bagaimana T. trichiura menimbulkan kelainan pada manusia belum diketahui, tetapi paling tidak ada dua proses yang berperan yaitu trauma oleh cacing dan efek toksik. Trauma (kerusakan) pada dinding usus terjadi oleh karena cacing ini membenamkan bagian kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap di daerah sekum. Pada infeksi yang ringan, kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit tetapi dengan masuknya bagian kepala cacing dewasa ke mukosa usus dan menghisap darah, terjadi iritasi dan peradangan mukosa usus, sehingga dapat menimbulkan anemia, dan mudah terinfeksi bakteri atau parasit lain seperti Entamoeba histolytica dan Eschericia coli. Infeksi cacing ini memperlihatkan adanya respons imunitas humoral yang ditunjukkan dengan adanya reaksi anafilaksis lokal, akan tetapi peran imunitas seluler tidak terlihat. Gejala ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, pada infeksi berat bisa dijumpai nyeri perut, disentri sampai prolapsus rekti.
Infeksi STH diketahui dapat menyebabkan malnutrisi dan anemia defisiensi besi.13 Penelitian di Zanzibar menunjukkan hubungan antara infeksi cacing dengan pertumbuhan yaitu didapati peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi.14 Kurangnya nutrisi dan infeksi parasit umum mempunyai ritme yang berhubungan dengan usia. Kekurangan nutrisi biasanya lebih berat pada anak yang lebih kecil, dan suplementasi makanan lebih berhasil pada anak usia kurang dari 2 tahun

2.5 Cara Penularan

Telur yang keluar bersama tinja dari hospes, dalam keadaan belum matang (belum membelah), tidak infektif. Telur demikian ini perlu pematangan pada tanah selama 3-5 minggu sampai terbentuk telur infektif yang berisi embriio di dalamnya. Dengan demikian, cacing ini termasuk “Soil Transmitted Disease” tempat tanah berfungsi dalam pematangan telur. Tanah yang paling baik untuk perkembangan telur yaitu tanah yang hangat, basah, dan teduh.
Manusia mendapat infeksi jika telur infektif tertelan. Selanjutnya di bagian proksimal usus halus, telur menetas, keluar larva, menetap selama 3-10 hari. Setelah dewasa, cacing akan turun ke usus besar dan menetap dalam beberapa tahun. Jelas sekali bahawa larva tidak mengalami migrasi dalam sirkulasi darah ke paru-paru.
Waktu yang dibutuhkan sejak telur infektif tertelan sampai cacing betina menghasilkan telur, 30-90 hari.

2.6 Pengobatan

Anthelminthic Medications (obat yang membersihkan tubuh dari cacing parasit), seperti albendazole dan mebendazole, merupakan obat pilihan untuk pengobatan trichuriasis. Mebendazole dengan dosis 100 mg dua kali per-hari selama 3 hari berturut-turut, tidak tergantung berat badan atau usia penderita. Obat seperti Thiabendazole dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang baik. Penyedia layanan kesehatan dapat melakukan kembali pengujian tinja setelah tahap perawatan. Suplemen zat besi mungkin juga akan diresepkan jika orang yang terinfeksi menderita anemia.

2.7 Pencegahan

Pencegahan yang utama adalah kebersihan, sedangkan infeksi di daerah yang sangat endemic dapat dengan:
1.      Membuang tinja pada tempatnya sehingga tidak membuat pencemaran lingkungan oleh telur cacing.
2.      Mencuci tangan sebelum makan.
3.      Pendidikan terhadap masyarakat terutama anak-anak tentang sanitasi dan hygiene.
4.      Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum dimakan.


BAB III
PEMBAHASAN


3.1.   Konsep Penyebab Penyakit dan Elemen Penyakit

1.      Agent
Cacing Trichuris trichiura dan penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. Infeksi terjadi secara langsung dan tidak memerlukan hospes perantara. Telur yang tidak mengandung embrio (tidakbersegmen) dihasilkan sebanyak 3.000-2.000 telur per hari oleh cacing betina di dalam sekum. Telur tersebut keluar bersama feses. Telur berkembang di dalam tanah. Awalnya, telur mengandung dua sel, membelah menjadi multiseluler, kemudian menjadi embrio. Telur menjadi infektif dalam waktu 2-6 minggu bila kondisi di lingkungan sekitar sesuai untuk perkembangannya, yaitu pada suhu 25-28˚C, di tanah yang lembab dan teduh, serta terhindar dari sinar matahari langsung. Telur Trichuris trichiura kurang tahan terhadap kekeringan, panas, dan dingin dibandingkan dengan telur Ascaris lumbricoides. Pada tanah liat yang keras, telur tidak berkembang menjadi infektif. Larva di dalam telur tidak mengalami ekdisis (pergantian kulit) dan tidak menetas di dalam tanah.
2.      Host
Manusia merupakan hospes cacing Trichuris trichiura dan tidak memerlukan hospes perantara. Setelah telur infektif tertelan oleh hospes melalui tangan atau makanan yang terkontaminasi tanah tercemar, larva menjadi aktif  dan  keluar  melalui dinding telur yang sudah rapuh dan masuk ke dalam usus halus. Larva menuju ke usus halus bagian proksimal dan menembus vili-vili usus, lalu menetap 3-10 hari di dekat kripta Lieberkuhn. Setelah menjadi dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Habitat cacing dewasa pada sekum dan kolon asenden. Struktur yang menyerupai ujung tombak pada bagian anterior  membantu  cacing  menembus  dan  menempatkan seperti  cambuk  ke  dalam  mukosa  usus  tempat  cacing bagian  anterior  yang mengambil  makanan. Masa pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai menjadi cacing dewasa yang memproduksi telur memerlukan waktu 30-90 hari. Jangka hidup (life span) antara 4-6 tahun, bahkan dapat juga terjadi infeksi menetap sampai 8 tahun.
3.      Environment
Bahaya nyata dari penyakit ini biasanya ditimbulkan di Negara-negara yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan wilayah-wilayah yang dalam pengolahan tinjanya masih sangat buruk bahkan dianjurkan untuk pembuatan jamban setiap kepala keluarga. Hal ini diperparah dengan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan yang kurang baik, contoh: mencuci tangan sebelum makan, mencuci baik sayuran yang hendak dikonsumsi secara langsung.

3.2 Level Pencegahan Penyakit

1.      Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan tentang kecacingan dan sanitasi lingkungan atau menggalakkan program UKS, meningkatkan perilaku higiene perorangan dan pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang sehat dan teratur.
2.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan memeriksakan diri ke Puskesmas atau Rumah Sakit dan memakan obat cacing tiap 6 bulan sekali
3.      Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan tindakan medis berupa operasi.


3.3         Program Pemerintah

Dalam rangka mengobati trikuriasis di Indonesia, Pemerintah telah melakukan berbagai program penyakit kecacingan, misalnya dengan
1.      Perbaikan infrastruktur bersih
2.      Pemberian  Penyuluhan kesehatan kepada semua anggota keluarga, terutama anak-anak mengenai manfaat penggunaan jamban.
3.       Menyediakan fasilitas jamban yang cukup untuk pembuangan kotoran.
4.      Mendorong kebiasaan yang higienis, perilaku hidup bersih dan sehat, terutama membiasakan cuci tangan sebelum makan, mencuci sayur sayuran, buah buahan dan bahan makanan lainnya sebaik baiknya sebelum di konsumsi, untuk menghindari tertelannya tanah dan debu yang mencemari.
5.      Mendorong kebiasaan masyarakat untuk memasak bahan makanan sematang mungkin sehingga terhindar dari kontaminasi.
6.      Penyuluhan tentang kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan menerapkan kebiasaan mencuci tangan pada anak sedini mungkin, menghindari pangan terkontaminasi.
7.      Pengobatan gratis bagi penderita
Adapun obat yang dipakai dalam mengobati penyakit trikuriasis ialah:
§   Obat pilihan : Mebendazole (Vermox ®)
§   Obat alternatif : Albendazole (Zentel®) dan Oxantel (Tidak beredar di AS)
Peraturan yang umum : Wanita hamil pada trimester pertama tidak diberikan pengobatan kecuali ada indikasi medis spesifik. Bila terdapat anemia, diberikan preparet besi disertai perbaikan gizi penderita.


BAB IV
PENUTUP


4.1.   Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
a.       Konsep penyebab serta elemen penyakit Trichuriasis diantara lain disebabkan oleh agent, host dan juga oleh lingkungan.
b.      Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan:
-  Primer
·         Penyuluhan kesehatan
·         Peningkatan hygiene perorangan
·         Pembuatan MCK
-  Sekunder
·         Diagnosa dini
·         Pengobatan
-       Tersier: tindakan medis berupa operasi.
c.       Peran pemeritah dalam penyakit Trichuriasis
·         Perbaikan infrastruktur bersih
·         Pemberian  penyuluhan kesehatan
·         Menyediakan fasilitas jamban yang cukup untuk pembuangan kotoran.
·         Mendorong kebiasaan yang higienis, perilaku hidup bersih dan sehat.
·         Mendorong kebiasaan masyarakat untuk memasak bahan makanan sematang mungkin sehingga terhindar dari kontaminasi.
·         Pengobatan gratis bagi penderita

4.2 Saran

1.    Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gejala dan atau tanda-tanda, penyebab serta penyebaran Trichuriasis.
2.    Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.
3.    Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya hygiene sanitasi lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/biology.html (diakses pada Selasa, 09-04-14 pukul 19.55 WIB)
http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/treatment.html (diakses pada rabu, 9-4-14 pukul 08-30 WIB)
http://www.scribd.com/doc/50371231/Trichuriasis.html (diakses pada Rabu, 09-04-14 pukul 20.21 WIB)
Natadisastra Djaenudin, dr.,Sp.ParK & Prof. Dr. Ridad Agoes, MPH.  2009. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.